Kamis, 25 Oktober 2012

Mengenal Qiro'at Imam Nafi'



MENGENAL QIRO’AT IMAM NAFI’
(RIWAYAT QOLUN DAN WARSY)





Makalah
Disampaikan dalam Diklat Tilawah dan Tahfidz
LPTQ Kabupaten Cirebon
Juni 2012




Oleh:
MUHADDITSIR RIFA’I, S.Pd.I



 
PENDAHULUAN
Al-Qur'anul Karim adalah mu'jizat abadi, yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. sebagai hidayah bagi manusia dan pembeda antara yang haq dan yang bathil. Disamping itu Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT. dalam bahasa Arab yang sangat tinggi susunan bahasanya dan keindahan balaghahnya.
Bangsa Arab sejak dahulu mempunyai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dan kabilah yang lain, baik dari segi intonasi, bunyi maupun hurufnya, namun bahasa quraisy mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri, ia lebih tinggi daripada bahasa dan dialek yang lain. Oleh karena itu, wajarlah apabila Al-Qur'an pertama diturunkan adalah dalam bahasa quraisy kepada seoarang Rasul yang quraisy pula. Dengan kata lain bahasa quraisy dalam Al-Qur'an lebih dominan diantara bahasa-bahasa arab lainnya, antara lain karena orang quraisy berdampingan dengan Baitullah, menjadi pengabdi dalam urusan haji dan tempat persinggahan dalam perniagaan dan lain-lain.
Apabila diantara pijakannya perbedaan dan keragaman dialek-dialek bahasa Arab tersebut, maka Al-Qur'an yang diwahyukan Allah SWT. kepada Rasulullah Muhammad SAW. akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung berbagai dialek dan macam-macam cara membaca Al-Qur'an sehingga mudah dibaca, dihafal serta difahami.
Banyak sekali hadits-hadits shahih Nabi yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu tidak diturunkan dalam satu bentuk bacaan (satu huruf) tetapi diturunkan dalam tujuh huruf (Sab'atu Ahruf), antara lain hadits Ibnu Mas'ud ra. Berikut :
روى البخارى ومسلم فى صحيحهما عن ابن مسعود رضى الله عنهما أنه قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:أقـرأني جبريل على حرف فراجعته فلم أزل أستـزيد ويزيدنى حتى انـتهى الى سبعة أحرف.وزاد مسلم : قال ابن شـهاب : بـلغنى أن تـلك السبعـة فى الأمر الذى يكون واحدا لا يـختلف فى حلا ل ولاحرام.
)رواه البخارى ومسلم(
"Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahih mereka dari Ibnu Abbas ra .bahwasanya dia berkata: Rasulullah SAW. Bersabda: "Jibril telah membacakan Al-Qur'an kepadaku dalam satu huruf, maka aku minta kepadanya untuk dapat ditinjau kembali, aku juga selalu meminta kepadanya agar ditambah. Akhirnya ia memberi tambahan sampai tujuh huruf. Imam Muslim menambahkan: Ibnu Syihab berkata: Telah sampai kepadaku (kabar) bahwa tujuh itu dalam perkara yang sebenarnya satu, tidak berbeda dalam halal dan haram." (H.R. Bukhari – Muslim)

Pengertian Qiro'at
Menurut bahasa, qiro'at adalah bentuk jamak dari qiro'at ألقراءة yang merupakan isim masdar dari qoro'a قرأ , artinya bacaan. Adapun menurut istilah, ilmu qiro'at adalah sebagai berikut :
علم يعرف به كيفية النطق فى الكلمات القرآنية وطريق أدائها إتفاقا واختلافا مع عز وكل وجه الناقلة
"Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur'an berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati (Ulama Ahli Al-Qur'an) maupun yang terjadi dengan menisbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam qiro'at.”

Syekh Az-Zarqoni mengistilahkan qiro'at dengan : "Suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurro' yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Qur'anul Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya."
Adapun yang pertama kali menyusun ilmu qiro'at adalah para imam qiro'at. Namun sebagian ulama mengatakan yang pertama kali menyusun ilmu ini adalah Abu Umar Hafsh bin Umar Ad-Duri. Sedangkan yang pertama kali membukukan adalah Abu Ubaid  Al-Qosim bin Salam.

Pengertian Sab'atu Ahruf
Sab'atu Ahruf sebagaimana terlihat dalam hadits tersebut diatas, belum diketahui dengan jelas arti dan maksudnya. Kata Sab'atuAhruf terangkai dari kata "Sab'ah" dan "Ahruf", dan keduanya mempunyai makna konotatif (المشترك اللفظى).
Untuk mengetahui makna masing-masing secara tepat, maka terlebih dahulu melihat konteks pemakaiannya. Menurut hakikat, arti kata "Sab'ah" adalah bilangan antara enam dan delapan, terkadang ia digunakan untuk menunjukkan bilangan banyak. Sebagaimana kata السبعون untuk menunjukkan bilangan puluhan, dan kata السبعما ﺋﺔ untuk menunjukkan dalam bilangan ratusan. Sekedar contoh dapat dilihat dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 16: كمثل حبة انبتت سبع سنابل
Tampaknya Az-Zarqoni sembari menunjuk kepada hadits tersebut diatas, dan memahaminya dengan seksama, lebih cenderung mengartikan kata sab'ah secara hakikat, yakni mempunyai arti tujuh (bilangan antara enam dan delapan).
Adapun arti kata "Ahruf", adalah jamak dari lafadz "Harf", yang mempunyai arti antara lain; salah satu dari huruf hijaiyah, bahasa, ujung dari sesuatu, wajah (segi). Nampaknya yang agak relevan, kata "harf" diartikan wajah (segi) dalam pengertian yang masih umum, sebagaimana dapat dilihat dalam Al-Qur'an surat Al-Haj ayat 11:
 ومن الناس من يعبد الله على حرف
"Sebagian manusia ada orang yang menyembah Allah pada satu segi (keadaan)."

 Sab'atu Ahruf sebagai suatu kata majemuk, para ulama sepakat, bahwa yang dimaksud bukanlah setiap kata dalam Al-Qur'an dapat dibaca dengan tujuh wajah, dan bukan pula yang dimaksud adalah tujuh imam qiro'at sebagaimana anggapan sementara orang awam. Sebab konsep "Sab'atu Ahruf" sudah ada sejak zaman Nabi. Sedangkan qiro'at sab'ah muncul kemudian.
Menurut Ibnu Hayyan: “Pendapat ulama mengenai pengertian sab'atu ahruf mencapai tiga puluh lima pendapat”, namun pada kesempatan ini hanya akan dipaparkan beberapa pendapat saja.
1.  Abu Ubaid memberi maksud sab'atu ahruf adalah tujuh macam bahasa, yakni bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh macam bahasa, yaitu: Quraisy, Tsaqif, Kinanah, Yaman, Hudzail, Hawazin dan Tamim.
2.   Pendapat Kedua mengartikan: Halal, Haram, Muhkam, Mutasyabih, Amtsal, Insya dan Ikhbar.
3.  Pendapat Ketiga mengartikan dengan tujuh macam bentuk kaidah, yaitu: Nasikh, Mansukh,    Mujmal, Mubayyan, Khos, 'Aam dan Mufassar
4. Pendapat Keempat mengartikan dengan tujuh macam bentuk kalimat, yaitu: Amar, Nahiy, Khabar,Thalab,  Do'a, Zajr dan Istikhbar
5.   Pendapat Kelima mengartikan: Wa'ad, Wa'id, Tafsir, I'rob, Takwil,  Muthlak dan Muqayyad.
Menurut Ibnu Al-Jazari pendapat tersebut tidak shahih, sebab para sahabat sebagaimana yang terlihat dalam hadits Nabi tersebut diatas, tidaklah berselisih dalam masalah tafsir, bahasa atau hukum, tetapi mereka berselisih dalam hal membaca huruf-hurufnya.
Adapun pendapat Az-Zarqoni yang didukung jumhur ulama tentang pengertian sab'atu ahruf adalah pendapat yang diungkapkan oleh Abu Fadl Al-Razi. Menurutnya, bahwa sab'atu ahruf tidak terlepas dari perbedaan yang berkisar pada tujuh wajah, maksudnya bahwa Al-Qur'an dari awal sampai akhir – baik yang mutawatir maupun yang syadz, tidak keluar dari tujuh wajah perbedaan, yaitu :
1.   Perbedaan bentuk isim, antara mufrod, tatsniyah, jamak mudzakkar atau muannats. Sebagaimana dijumpai dalam firman Allah dalam surat Al-Mu'minun ayat 8 :
والذين هم لأمانتهم وعهد هم راعون lafadz لأما نتهم dibaca jamak  لأما نتهم  dan mufrod  لأما نتهم
2. Perbedaan bentuk fi'il; madliy, mudlori', atau amr. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah surat Saba ayat 19 :
فقا لوا ربنا با عد بين اسفارنا  Qiro'at lain membaca : ... فقالوا ربنا باعد بين اسفارنا ...
3.   Perbedaan dalam bentuk 'Irob, sebagaimana firman Allah surat         Al-Baqarah ayat 282: ولايضاركا تب ولاشهيد pada lafadz ولايضارَّ dibaca fathah ro'nya, qiro'at lain dengan dlommah ولايضارُّ
4.   Perbedaan mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta'khir). Seperti firman Allah dalam surat Qaaf ayat 19 :
وجاء ت سكرة الموت بالحق Qiro'at lain dengan mendahulukan lafadz الحق daripada الموت maka dibaca وجاء ت سكرة الحق بالموت
5.   Perbedaan dalam menambah dan mengurangi (naqosh dan ziyadah). Sebagaimana firman Allah surat Al-Lail ayat 3 :
وماخلق الذ كر والأنثى Qiro'at lain membaca dengan menghilangkan lafadz ماخلق maka dibaca والأنثى والذ كر
6.   Perbedaan dalam hal lahjah, seperti  imalah, al-fath, tarqiq, tafkhim, idzhar, idghom dan lainnya.
7.   Perbedaan dalam masalah ibdal (penggantian). Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 259 : … وانظر الى العظام كيف ننشزها  qiro'at lain membaca dengan ro' pada lafadz  نشزها  yakni dibaca :       ... وانظرالى العظام كيف ننشرها
Pendapat ini terpilih antara lain karena
a.   Pendapat ini tidak bertentangan dengan hadits-hadits Nabi, termasuk yang telah disebutkan diatas.
b.   Pendapat tersebut berdasarkan hasil penelitian yang mendetail terhadap semua perbedaan qiro'at, yang ternyata tidak terlepas dari tujuh wajah yang telah disebutkan diatas.


Hikmah Turunnya Al-Qur'an Dalam Ahruf Sab'ah

 Turunnya Al-Qur'an dalam ahruf sab'ah mempunyai banyak hikmah dan rahasia, diantaranya : Pertama, sebagai bukti atas terjaga dan terpeliharanya kitab Allah dari penggantian dan perubahan dalam keadaannya yang mempunyai segi-segi yang banyak. Kedua, sebagai keringanan dan kemudahan bagi ummat dalam membaca Al-Qur'an. Terutama kaum arab yang diajak berdialog oleh Al-Qur'an, mereka adalah kabilah-kabilah yang banyak. Dan diantara mereka ada perbedaan dalam logat bicara, tekanan suara, dan cara menyampaikan. Serta lebih dikenalnya sebagian lafadz-lafadz untuk menunjukkan sesuatu. Meskipun mereka semuanya terkumpul dalam kesatuan bangsa arab dan mempunyai satu bahasa, yaitu bahasa arab secara umum. Sekiranya semuanya diambil pada bacaan Al-Qur'an dalam satu huruf tentulah akan memberatkan. Ibnu Al-Jazari berkata: "Adapun sebab turunnya Al-Qur'an dalam ahruf sab'ah adalah sebagai keringanan atas ummat ini, dan kehendak dari Allah untuk memudahkan ummat dalam membacanya. Juga agar ummat tidak merasa berat dalam memikul Al-Qur'an. Ini semua untuk kemuliaan, rahmat dan keutamaan serta kelebihan ummat Muhammad SAW. Juga sebagai jawaban dari permintaan Nabi ummat ini. Karena beliau adalah manusia yang terbaik dan kekasih Allah. Ketika Jibril mendatangi beliau dan berkata; "Sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk membacakan Al-Qur'an pada ummatmu dalam satu huruf. Jawab Nabi SAW: "Aku memohon perlindungan Allah dan ampunan-Nya, sesungguhnya ummatku tidak mampu untuk itu. Dan beliau terus mengulang permintaannya sehingga mencapai tujuh huruf." Ketiga, menyatukan ummat Islam dalam satu bahasa yang ada diantara mereka yaitu bahasa quraisy yang Al-Qur'an turun dengan bahasa tersebut. Dengan kata lain bisa juga dikatakan bahwasanya Al-Qur'an turun dengan bahasa quraisy. Karena semua bahasa-bahasa arab terwakili dalam lisan quraisy. Dan ini adalah hikmah Ilahiyah yang agung. Karena kesatuan bahasa adalah faktor terpenting untuk menyatukan ummat. Terlebih lagi pada masa-masa awal berkembangnya Islam. Keempat, menggabungkan diantara dua hukum yang berbeda karena adanya dua qiro'at. Seperti  firman Allah SWT:
(222: فاعتزلوا النساء فى المحيض ولا تقربوهن حتى يطهرن ﴿ البقره
Bisa dibaca dengan takhfif dan tasydid pada huruf tha' dari kalimat يطهرن Adapun jika dibaca dengan tasydid يطهرن berarti menunjukkan wajibnya melebihkan dalam sucinya perempuan dari haidl. Karena bertambahnya mabni kalimat berarti bertambah pula maknanya. Sedangkan yang membaca takhfif, tidak mempunyai makna lebih. Dengan demikian dari dua qiro'at ini bisa diambil dua hukum : 1. Suami tidak boleh menggauli istrinya yang sedang haidl sehingga ia suci, yaitu dengan terputusnya darah haidl. 2. Istri yang sedang haidl tidak boleh dikumpuli oleh suaminya sehingga ia suci, yaitu dengan mandi selepas dari habisnya masa haidl. Maka untuk bolehnya mendekati istri, istri harus suci dua-duanya. Suci dengan terputusnya darah haidl dan suci dengan mandi selepas haidl. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan yang sependapat dengan beliau. Kelima,  dalil atas dua hukum syar'i ,tetapi dalam dua keadaan yang berbeda. Misalnya dalam wudlu, Allah berfirman :
 فاغسلواوجوهكم وأيد يكم ﺇلى المرافق وامسحوا برء وسكم وارجلكم ﺇلى الكعبين Lafadz  ارجلكم bisa dibaca dengan nashab seperti diatas, bisa juga dibaca dengan jar  ارجلكم. Kalau dibaca dengan nashab berarti ia 'athaf ke وجوهكم yakni,     فاغسلوا وجوهكم وايد يكم وارجلكم, dengan demikian kaki harus dibasuh sebagaimana muka dan tangan. Namun jika dibaca dengan jar, berarti ia 'athaf ke: برءوسكم yakni, وامسحوابرء وسكم وأرجلكم dengan demikian kaki cukup diusap sebagaimana kepala. Sedangkan Rasulullah SAW. telah menjelaskan bahwa mengusap kaki itu bagi yang memakai sepatu. Adapun yang tidak memakai sepatu wajib membersihkan kakinya.
Qiro'at Ditinjau Dari Nilai Sanadnya Suatu qiro'at atau bacaan  Al-Qur'an baru dianggap sah apabila memenuhi tiga persyaratan, yaitu:
1).  Harus mempunyai sanad yang mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari guru-guru yang terpercaya, tidak ada cacat, dan bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.
2).  Harus sesuai dengan Rosm Utsmani dan
3).  Harus sesuai dengan kaidah tata bahasa arab.
Dari penelitian dan pengujian yang dilakukan para pakar qiro'at dengan mengungkapkan kaidah dan kriteria tersebut, diungkapkan bahwa suatu qiro'at apabila ditinjau dari segi sanadnya akan terbagi menjadi enam tingkatan, menurut pendapat Imam As-Suyuthi yang menukil pendapat dari Ibnul Jazari. Keenam tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mutawatir, yaitu qiro'at yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang cukup banyak pada setiap tingkatan  dari awal sampai akhir yang bersambung hingga Rasulullah SAW.
2.  Masyhur, yaitu qiro'at yang mempunyai sanad yang shahih, tetapi hanya diriwayatkan oleh seorang atau beberapa orang yang adil dan tsiqqoh. Dan perawinya tidak sebanyak qiro'at mutawatir.
3. Ahad (shahih), yaitu qiro'at yang mempunyai sanad yang shahih, tetapi tidak cocok dengan Rosm Utsmani  dan menyalahi kaidah tata bahasa arab.
4.  Syadz, yaitu qiro'at yang tidak mempunyai sanad yang shahih atau qiro'at yang tidak memenuhi tiga syarat  sah untuk diterimanya qiro'at.
5.   Mudraj, yaitu qiro'at yang disisipkan kedalam ayat Al-Qur'an.
6.   Maudlu, yaitu qiro'at buatan yakni yang disandarkan kepada seseorang tanpa dasar serta tidak memiliki sanad ataupun perawi.

Perbedaan Qiro'at - Riwayat – Thariq
Bacaan suatu lafadz Al-Qur'an apabila dinisbatkan kepada seorang imam qiro'at, dinamakan qiro'at. Dan oleh karena yang disebut imam qiro'atnya, maka berarti bacaan kedua perawinya tidak ada ikhtilaf, atau sama bacaannya. Sebaliknya apabila bacaan suatu lafadz Al-Qur'an dinisbstkan pada salah satu perawinya, maka dinamakan riwayat, berarti dalam bacaan tersebut pasti ada ikhtilaf (perbedaan bacaan) antara kedua perawi dari imam qiro'atnya. Adapun bacaan yang dinisbatkan kepada murid-murid perawinya sampai dibawahnya, disebut Thariq. Sebagai contoh, lafadz ملك dalam surat Al-Fatihah, dibaca dengan menetapkan alif (itsbat alif) sesudah mim oleh 'Ashim dan Al-Kisa'i, yakni dibaca ملك Berarti kedua perawi 'Ashim (Syu'bah dan Hafsh) dan kedua perawi Kisa'i (Abu Al-Harits dan Ad-Duri) membaca itsbat alif sesudah mim. Satu hal lagi yang sering digandengkan dengan qiro'at, riwayat, dan thariq adalah wajh           (وجه),yaitu cara seorang qori atau perawi dalam membaca suatu kalimat. Misalnya kalimat ﺇركب معنا , Hafsh mempunyai dua wajh (cara) dalam membaca kalimat ini, yaitu dengan idghom dan idzhar. Jika dengan idghom berarti harus mengidghomkan ba' kedalam mim dan otomatis bunyi ba'nya hilang. Dan jika dibaca dengan idzhar berarti harus membaca qolqolah pada ba' sukun. Seperti ini dan yang semacamnya disebut dengan wajh. Hukum Qiro'at Sab'ah Dan Qiro'at 'Asyroh Para Ulama sepakat bahwa qiro'at sab'ah adalah mutawatir. Ibnu As-Subki berkata dalam Jam'i Al-Jawam'i : Qiro'at sab'ah itu mutawatir dengan kemutawatiran yang sempurna. Yakni dinukil dari Nabi SAW. oleh banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbohong. Terkadang ada orang yang membantah, sekiranya qiro'at sab'ah ini mutawatir semuanya, tentu para qurro' tidak ada yang berbeda dalam qiro'at mereka. Namun ternyata banyak terdapat perbedaan diantara mereka. Jadi qiro'at sab'ah tidak bisa dikatakan mutawatir. Pertanyaan ini dijawab dengan; Bahwasanya perbedaan dalam qiro'at tidak mempengaruhi kemutawatiran qiro'at sab'ah. Justru karena adanya perbedaan itulah makanya qiro'at ada bermacam-macam. Dan semua huruf yang ada dalam qiro'at sab'ah merupakan bagian dari ahruf sab'ah. Sedangkan ahruf sab'ah sendiri berbeda satu sama lain.
Dalam Al-Burhan Imam Az-Zarkasyi berkata : "Jumhur Ulama sepakat bahwasanya qiro'at sab'ah adalah qiro'at mutawatir". Adapun mengenai qiro'at 'Asyroh ulama berbeda pendapat, yang rajih dan yang benar adalah bahwa qiro'at 'Asyroh semuanya mutawatir. Ini adalah pendapat Ibnu As-Subki, An-Nuwairi, Ibn Al-Jazari, Abu Syamah, dan masih banyak lagi ulama yang lain yang mengatakan bahwa qiro'at 'asyroh adalah qiro'at yang mutawatir. Ibnu Al-Jazari menyatakan dalam Munjid Al-Muqri'in bahwasanya qiro'at yang mutawatir adalah qiro'at 'asyroh, adapun qiro'at selain itu adalah qiro'at syadzdzah. Qiro'at yang sepuluh, sanad mereka, perawi mereka dan manhaj masing-masing qiro'at mereka.
1. Nafi' ( نافع )
Ia adalah Nafi' bin Abdirrahman bin Abi Nu'aim Al-Laitsi Al-Madani. Aslinya dari Asbahan. Kulitnya berwarna hitam berwajah bagus, baik akhlaknya dan mempunyai jiwa humoris. Nafi' mempunyai gelar; Abu Ruwaim ada yang mengatakan Abu Al-Hasan. Membaca      Al-Qur'an pada tujuh puluh orang tabi'in. Diantaranya; Abu Ja'far, Syaibah bin Nashoh, Muslim bin Jundub, Yazid bin Ruman, Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri dan Abdurrahman bin Harmuz Al-A'roj. Abu Ja'far membaca pada bekas budaknya Abdullah bin Ayyasy, Abdullah bin Abbas dan Abu Hurairah juga membaca pada Zaid bin Tsabit. Syaibah, Muslim dan Ibnu Ruman membaca pada Abdullah bin Ayyasy. Syaibah juga mendengar qiro'at Umar bin Khathab. Az-Zuhri membaca pada Sa'id bin Al-Musayyab. Sa'id membaca pada Abu Musa Al-Asy'ari. Al-A'roj membaca pada Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin Ayyasy. Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy'ari dan Umar bin Khathab membaca pada Rasulullah SAW. Banyak sekali orang yang meriwayatkan qiro'at Nafi', baik sekedar mendengar atau membaca langsung. Jumlah mereka tidak terhitung. Mereka datang dari Madinah, Syam, Mesir, Bashrah dan lain-lain. Diantara orang yang bertalaqqi dengan Nafi' adalah : Imam Malik bin Anas dan Imam Laits bin Sa'ad. Nafi' lahir pada tahun 70 H dan wafat pada tahun 169 H. Orang yang termasyhur meriwayatkan dari Nafi' ialah Qolun dan Warsy. Inilah data mereka berdua :
1). Qolun ( قالون )
Dia adalah Isa bin Mina bin Wardan bin Isa bin Abdish shomad. Qolun adalah julukannya, Nafi' yang memberikan julukan itu dikarenakan bacaannya yang bagus. Qolun menurut bahasa Romawi berarti bagus. Qolun juga digelari dengan Abu Musa. Pada masa tuanya Qolun terserang tuli, dia tidak bisa mendengar apa-apa. Tetapi bila ada orang membaca Al-Qur'an padanya, dia bisa mengetahui kesalahan tersebut melalui gerakan mulutnya. Kemudian ia membenarkan dengan isyarat mulutnya. Qolun lahir pada tahun 120 H. pada masa Khalifah Hisyam bin Abdil Malik. Membaca pada Nafi' pada tahun 150 H. pada masa Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur, dan meninggal pada tahun 220 H. pada masa Khalifah Al-Makmun.

 Manhaj Qolun dalam Qiro’at
1.   Membaca basmalah disetiap antara dua surat kecuali antara  Al-Anfal dan At-Taubah. Untuk ini Qolun mempunyai 3 wajah : Al-Qoth, As-Sakt dan Al-Washl, ketiganya tanpa basmalah.
2.   Mendlommahkan mim jamak dan menyambung dengan wawu jika sesudahnya huruf berharokat, baik itu hamzah atau yang lain, seperti   سواء عليهم ءانذرتهم ام لم تنذرهمmenjadi سواء عليهمو ءانذرتهمو ام لم تنذرهمو Qolun juga mempunyai cara lain, yaitu mensukunkan mim jamak. Jadi dalam mim jamak ini Qolun mempunyai dua wajah, yaitu; shilah (disambung dengan wawu jama’) dan sukun mim jamak.
3.   Membaca dengan qoshr al-munfashil dan tawassuth al-munfashil. Kadar qoshr adalah dua harokat dan tawassuth empat harokat. Untuk mad wajib muttashil Qolun hanya membaca dengan tawassuth.
4.   Mentashilkan hamzah kedua dari dua hamzah yang bertemu dalam satu kalimat dengan memasukkan satu alif diantara keduanya dengan kadar dua harokat, baik hamzah kedua itu maftuhah, maksuroh atau madlmumah. Seperti  ءؤﻧﺑﺋﮑم,ءأنتم,أئنكم
5.   Mengitsqotkan hamzah pertama dari dua hamzah yang bertemu dalam dua kalimat, dengan ketentuan hamzah pertama merupakan akhir kalimat pertama dan hamzah kedua merupakan awal kalimat kedua. Dan ini hanya jika dua hamzah itu sama-sama fathah, seperti  ثم إذا شاء أ نشره dibaca dengan menggugurkan hamzah pertama, menjadi ثم إذا شاأنشره adapun jika hamzah itu sama-sama kasroh, seperti هؤلاء إ ن كنتم atau sama-sama dlommah, seperti  أولياء اوﻟﺋﻚ maka dibaca dengan mentashilkan hamzah pertama. Dan untuk hamzah kedua pada tiga keadaan ini, Qolun hanya membacanya dengan tahqiq. -Tetapi jika dua hamzah itu berbeda harokatnya, maka Qolun mentashilkan hamzah kedua baina-baina jika kasroh dan hamzah pertamanya fathah, seperti  وجاء إ خوة يوسف atau dlommah dan yang pertama fathah, seperti: كلماجاءأمة dan mengibdalkannya menjadi ya' jika fathah dan yang pertama kasroh, seperti  من السماء أية dan mengibdalkannya menjadi wawu jika kasroh dan yang pertama dlommah, seperti يشاء إلى صراط مستقيم من Qolun membaca hamzah pertama pada empat keadaan ini hanya dengan tahqiq.
6.   Mengidghomkan dzal (ذ ) kedalam ta ( ت), seperti:  أخذ تم , أخذ ت
7.   Mentaqlilkan alif pada lafadz التوراة diseluruh Al-Qur'an. Dan mengimalahkan alif pada lafadz هار dalam ayat شفاجرف هارفا نهاربه Tidak ada imalah lagi dalam riwayat Qolun kecuali kalimat ini.
8.   Memfathahkan ya'at idlofah jika sesudahnya hamzah maftuhah, seperti إني أعلم atau maksuroh, seperti  فتقبل مني إنك atau madlmumah, seperti  إني أريد atau jika sesudahnya adat ta'rif, seperti  لاينال عهدي الظالمين atau sesudahnya hamzah washol, seperti  من بعدي اسمه احمد
9.   Menetapkan ya'at az-zaidah dalam keadaan washol, seperti:  ذلك ما كنا نبغ فارتدا, يوم يأت لاتكلم , والليل إذ يسر menjadi : نبغي, يأتي ,يسري
Membaca kalimat فهي, فهو, وهي, وهو, لهي, لهو dengan mematikan ha ( ) dimana saja berada.
2). Warsy ( ورش )
Dia adalah Utsman bin Sa'id bin Abdullah bin Sulaiman Al-Mishri. Nafi' menggelarinya dengan Warsy dikarenakan kulitnya yang putih sekali. Warsy adalah sesuatu yang terbuat dari susu. Warsy juga dijuluki dengan Abu Sa'id. Lahir pada tahun 110 H di Sho'id Mesir. Aslinya dari Qoiruwan, kemudian pergi ke Madinah dan membaca Al-Qur'an pada Nafi', bagus bacaannya. Setelah selesai pada Nafi' kembali lagi ke Mesir dan mengajar Al-Qur'an dengan apa yang didapatkan dari Nafi'. Manhaj Nafi' Dalam Qiro'at Nafi' mempunyai dua pilihan atau dua manhaj dalam Qiro'at. Membacakan Qolun dengan salah satunya dan mengajar Warsy dengan yang lain.

Manhaj Warsy dalam Qiro’at
1.   Mempunyai tiga cara dalam membaca antara dua surat; Basmalah,  As-Sakt, dan Al-Washl. Dua cara terakhir tanpa Basmalah. Adapun antara Al-Anfal dan At-Taubah sam seperti Qolun.
2.   Membaca dengan isyba' pada mad muttashil dan munfashil dengan kadar enam harokat. Mempunyai tiga wajah dalam membaca mad badal; Qoshr, Tawassuth, dan Mad. Baik itu badal muhaqqoq, seperti  آمنوا atau badal mughoyyar bin naql, seperti  با لآخرة atau bit-tashil, seperti ءآلهتنا atau bil-ibdal, seperti  من السماء آية Untuk huruf lien yang jatuh sebelum hamzah seperti شيء, شيء, ﺷﻴﺌﺎ,كهيئه Warsy membaca dengan tawassuth dan mad, baik dalam keadaan washol maupun waqof.
3. Jika ada dua hamzah yang bertemu dalam satu kalimat, Warsy mentashilkan hamzah kedua baina-baina tanpa idkhol, seperti  أ ئنكم, ءأﻧﺒﺌﻜﻢ Untuk yang sama-sama fathah, seperti  ءأشكر, ءأنذرتهم Warsy juga membaca dengan mengibdalkan menjadi alif dengan mad al-musyba' dengan kadar enam harokat, jika sesudahnya sukun. Adapun jika sesudahnya berharokat, Warsy membaca dengan qoshr, seperti  ءألد
4.   Mentashilkan hamzah kedua dari dua hamzah yang bertemu dalam dua kalimat yang sama harokatnya, seperti  جاء أمرالله, من السماء ﺇن كنتم, أولياء أولئك Warsy juga mengibdalkan mad al-musyba' jika sesudah hamzah kedua sukun, seperti  شاء أنشره  dan jika sesudahnya berharokat, dengan qoshr, seperti جاء أحد adapun jika dua hamzah yang bertemu dalam dua kalimat itu berbeda harokat, Warsy membaca sebagaimana Qolun.
5.   Mengibdalkan hamzah sukun menjadi huruf mad sesuai harokat sebelumnya jika hamzah itu fa' kalimat, -menjadi wawu jika sebelumnya dlommah, seperti مومنون, يومنون, تومرون dan menjadi alif jika sebelumnya fathah, seperti يا مرون , تا لمون , فا تو Warys juga mengibdalkan hamzah sukun jika dia 'ain kalimat pada tiga lafadz بيس , بير , الذ يب juga mengibdalkan hamzah maftuhah menjadi wawu jika sebelumnya dlommah, apalagi dia fa' kalimat, seperti:
 المولفة , يويد , يواخذ , موذ ن , موجلا
6.   Menaqlkan harokat hamzah pada huruf sukun sebelumnya atau tanwin dan membuang hamzah jika huruf sakin ini bukan huruf mad atau lien. Dengan syarat huruf sakin ini akhir kalimat pertama dan hamzahnya harus hamzah qoth'i diawal kalimat berikutnya, seperti قدأفلح, من أهلك,كتبت أيديهم  menjadi  كتبت يد يهم, قد فلح, من هلك Juga tanwin diakhir kalimat bertemu dengan hamzah qoth'i diawal kalimat berikutnya, seperti     أن, أخ او, أجرا ﺇن ملجأ اومغرات أومدخلا menjadi  ملجأ نومغرات نو مدخلا, أكنة ني, اخ نو, أجرنن  termasuk dalam hal ini adalah lam ta'rif jika lamnya bersambung dalam rosm, seperti  الآخرة, اﻹنسان  menjadi  الاخرة, النسان
7.   Mendlommahkan mim jamak dan menyambungkan dengan wawu jika sesudahnya hamzah qoth'i, seperti  لكم أ نفسكم , ا نتم ﺇلا, منهم أ ميون menjadi : لكموانفسكم, انتموﺇلا منهمواميون dengan demikian maka menjadi mad munfashil.
8.   Mengidghomkan dal (د) kedalam (ض), seperti  قدضلوا dan ta' (ت) kedalam dzo' (ظ), seperti  كانت ظالمة dan mengidghomkan dzal (ذ) kedalam ta' (ت), seperti  وأخذتم
9.   Mentaqlilkan alif yang telah berubah menjadi ya', seperti اتـى , التقوى , المثـلى , ﺇستـوى , الـهوى , الـهدى dalam hal ini Warsy juga membaca dengan fathah. Mentaqlilkan alif mutathorrifah yang jatuh setelah ro', seperti  نرى, سكارى, أخرى, نصارى, ﺇشترى dan mentaqlilkan juga alif yang jatuh sebelum ro' mutathorriyah maksuroh, seperti  النهار, الأبرار, أبصارهم الدار,  dan mentaqlilkan juga  كافرين , الكافرين
10. Mentarqiqkan setiap ro' maftuhah atau madlmumah yang jatuh setelah ya sakinah atau kasroh muttashilah, seperti:
تنظرون , نذ يرا , خيرا , نخرة dan mentafkhimkan ro' pada tiga isim a'jami, yaitu :  عمرا ن, ﺇ سرا ئيل, ﺇ برا هيم juga pada : ﺇرم ذات ا لعماد
11. Mentaghlidzkan lam maftuhah yang jatuh setelah shod (ص) maftuhah, seperti  الصلوة atau sakinah, seperti  يصلى atau jatuh setelah tho' (ط) dan dzo' (ظ) maftuhah, seperti  بطل, ظلم atau sakinah, seperti  مطلع, يظلمون
12. Untuk ya'at al-idlofat manhaj Warsy sama dengan Qolun, hanya sedikit perbedaan diantara mereka.
13. Juga sama dengan Qolun dalam masalah ya'at zaidah, dengan sedikit perbedaan pada tempat-tempat tertentu.

5 komentar: